Rabu, 17 September 2008

Teori dan isu pembangunan

  1. Perkembangan paradigma dan strategi pembangunan

Pembangunan sebagaimana realita pada umumnya, menjadi kegiatan untuk membangun dirinya sendiri (self projected reality) yang kemudian menjadi acuan dalam proses pembangunan. Pembangunan seringkali menjadi semacam alat kepentingan bagi rezim pemerintahan yang berkuasa (ideology of developmentalizm). Kesadaran suatu bangsa yang terbentuk melalui pengalamanya, baik pengalaman sukses maupun kegagalan-kegagalan yang dialami, amat menetukan interpretasi mereka tentang pembangunan. Namun, karena pengalaman suatu bangsa yang mempengaruhi kesadaran tersebut selalu berkembang dinamis, makainterpretasi mereka tentang pembangunan tidaklah statis. Melalui mata rantai perumusan dan demisifikasi paradigma pembangunan, terjadilah pergeseran-pergeseran aradigma tadi.

Kecenderungan negara-negara maju seringkali dilakukan dengan cara mengambil unsur yang baik saja tanpa mempertimbangkan factor ekololgi yang melatarbelakangi prestsi negara-negara maju yang sesungguhnya dicapai melalui waktu berabad-abad dengan perjuangan kerja keras dari bangsanya untuk mencapai prestasi. Keinginan imitasi (bukan inovasi) inilah yang dalam beberapa dasawarsa terakhir ini telah mendorong akselerasi tempo pergeseran paradigma pembangunan di negara-negara berkembang.

Berikut akan diuraikan secara berturut-turut beberapa paradima pembangunan, yaitu :

1. strategi pertumbuhan (growth strategy)

Dimulai pada sekitar dasa warsa 1960-an, banyak negara-negara duniaketiga meniru pendekatan “growth priority” yang memfokuskan diri akumulasi capital nasional, dengan GNP sebagai ukuran keberhasilannya. Dengan ditingkatkan pendapatan perkapitadiharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan yang dihadapi negara dunia ketiga dapat terpecahkan.

Melalui pendekatan ini, memang pada akhirnya banyak negara berkembang telah terbukti berhasil meningkatkan akumulasi capital dan pendapatan perkapitanya. Namun, keberhasilan paradigma pertumbuhan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat yang negative terutama dampak social dan lingkungan hidup.

Dorongan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setingginya seringkali mengakibatkan terabaikannya upaya pembinaan kelembagaan dan pembinaan kemampuan masyarakat. Pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui centrally imposed blueprint plan (korten, 1984) yang dirumuskan oleh para teknokrat terhadap alokasi sunber-sumber pembangunan cenderung sentralistik dan mengintervensi potensi masyarakat dan menumbuhkan hubungan ketergantungan antara rakyat dan birokrat. Oleh sebab itu sifatnya menjadi dis-empowering dan kurang menekankan pada kemampuan masyarakat itu sendiriuntuk mengaktualisasikan segala potensinya.

Gejala lain yang mencemaskan adalah pembangunan ekonomi yang mengutamakan proses industrialisasi (khususnya industrialisasi pada modal) yang menyebabkan peningkatan pengangguran dan kemniskinan perkotaan serta kesemrawutan pengaturan pemukiman tata kota dimana berpusat sebagian terbesar industri-industri yang baru berdiri.

Untuk mengatasi masalah ini, menurut Ahluwalia (1979) dapat ditanggulangi melalui suatu kombinasi kebijaksanaan, yang meliputi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, usaha pemerataan yang lebih besar dalam pembagian pendapatan dan penurunan laju pertumbuhan penduduk.

2. pertumbuhan dan pemerataan (growth with distribution)

menyadari kelemahan strategi pertumbuhan maka pendekatan pembangunan dinegara berkembang bergeser pada “growth with distribution” dengan strategi utamanya “employment-oriented development”. Strastegi ini pertama kali dikemukakan oleh singer (1972) dalam sebuah kertas kerja untuk misi lapangan kerja ILOke Kenya. Growth with distribution menggambarkan 4 pendekatan pokok yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan golongan miskin (Richard jolly, dalam wie, 1989). Keempat pendekatan itu adalah:

1) meningkatkan laju pertumbuhan GNP sampai tingkat maksimal dengan jalan meningkatkan tabungan dan mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien, yang manfaatnya dapat dinikmati oleh semua golongan masyarakat.

2) Mengalihkan investasi ke golongan miskin dalam bentuk pendidikan, menyediakan kredit, fasilitas-fasilitas umm dan sebagainya.

3) Mendistibusikan pendapatan atau konsumsi kepada golongan miskin melalui system fiscal atau melalui alokasi barang-barang konsumsi secara langsung.

4) Pengalihan harta atau tanah yang sudah ada kepada golongan-golongan miskin misalnya melalui land reform

Focus dari strategi ini mengarah pada penyediaan atau penciptaan lapangan pekerjaan secara langsung bagi masyarakat, sebagai alat untuk mendistribusikan pertumbuhan dan kesejahteraan yang dihasilkan oleh mesin ekonomi nasional. Namun pendekatan ini pada akhirnya memang juga terbukti gagal, karena “world employment program” yang diperkenalkan oleh ILO lebih bersifat “comprehensive employment strategies” dengan konsekwensi teknologi tinggi yang bersifat “capitel intensive” sehingga hanya orang-orang yang berpendidkan dan berketrampilan yang dapat diserap oleh lapangan pekerjaan yang diciptakan (Amdt, 1989). Sementara mereka yang tidak berpendidikan dan berketrampilan yang jumlahnya 60% dari seluruh angkatan kerja, tetap berada diluar jangkauan distribusi kesejahteraan nasional.

3. teknologi tepat guna (appropriate technology)

kegagalan dari teknologi yang “capital intensive” dalam penyediaan lapangan kerja dari sebagian besar penduduk dunia ketiga, telah memicu lahirnya pendekatan baru yang disebut teknologi tepat guna seperti tertulis di dalam “Columbia report”. Filosofis dari pendekatan ini menyatakan bahwa perluasan kesempatan kerja tidak harus dilakukan melalui pengembangan pola-pola kebutuhan masyarakat, melainkan juga dapat dilakukan melalui penciptaan barang –barang produksi melalui cara-cara yang bersifat padat karya (amdt,1989).

Pendekatan ini diyakini lebih sesuai diterapkan di negara-negara barkembang karena melalui teknologi tepat guna ini sumber daya local yang tersedia daspat dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan penduduk. Pendekatan ini juga diyakini lebih bersifat labor intensive; less skill intensive; dan smaller scale (Meier, 1989)pendekatan ini sering juga disebut sebagai “intermediate technology” yang intinya merupakan sintesa dari capital intensive technology dan handycraft technology.

Misi teknologi tepat guna ini adalah mengurangi pengangguran melalui perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktifitas kerja, mempersiapkan masyarakat untuk mampu menerima perubahan dan pembaharuan teknologi, meningkatkan dinamika dan kreativitas masyarakat dalam berfikir dan bekerja, dan melatih sikap mandiri (mardjono dan sumanto, 1988).

Namun pendekatan ini pada akhirnya juga dianggap tidak dapat memuaskan usaha-usaha penciptaan pemerataan pendapatan dan pertumbuhan nasional dalam rangka mengurangi jurang kesenjangan ekonomi dan social. Hal ini disebabkan keterbatasan pengembangan teknologi tepat guna di negara-negara sedang berkembang yaitu :

1. tidak adanya institusi yang secara khusus bertugas untuk mengembangkan teknologi tepat guna.

2. selisih harga yang cukup besar antara teknologi impor dengan menciptakan sendiri teknologi baru didalam negri.

3. system nilai yang tidak mendukung ( Herrick dan kindleberger, 1983 )

4. kebutuhan dasar pembangunan ( basic needs development )

orang pertama yang menganjurkan strategi kebutuhan dasar pembangunan ini adalah Mahbub ul Haq ( 1973 ) dari Bank dunia. Haq menyebutkan pendekatan ini sebagai serangan langsung terhadap kemiskinan. Penganjr kedua ialah James Grant, presiden dari Overseas Development Council.

Grant berpendapat bawa kebutuhan dasar dari satu milyar orang yang paling miskin di dunia ini dapat dipenuhi, jika negara-negara kaya melipatgandakan bantuan mereka yang dipusatkan pada kebutuhan dasar rakyat yang hidup dalam kemiskinan absolute.

Konsep dasar dari pendekatan ini adalah penyediaan kebutuhan minimum bagi penduduk yang tergolong miskin. Kebutuhan minimum yang dimaksud tidak hanya terbatas pada pangan, pakaian, dan papan saja melainkan juga kemudahan akses pada pelayanan air bersih, sanitasi, transport, kesehatan dan pendidikan.

5. pembangunan berkelanjutan ( sustainable development )

ide dasar dari konsep “ sustainable development “ bermula dari “the club of rome “ pada tahun 1972, yakni kelompok orang yang terdiri dari : para menejer, ahli ilmu teknik dan ilmuwan se eropa yang berhasil menyusun suatu dokumen penting mengenai keprihatinan terhadap linkungan yang disebutnya sebagai “ the limits to growt “ ( friedmann, 1992 ). pesan penting dari dokumen tersebut diantaranya : bahwa sumber daya alam telah berada pada suatu tingkat ketersediaan yang memprihatinkan dalam menunjang keberlanjutan pertumbuhan penduduk dan ekonomi.

Kehancuran yang serius pada hutan-hutan di eropa barat, terjadinya oil shock tahun 1983, kelaparan di benua afrika, menurunnya kualitas lingkungan di negara-negara tropis, semakin menipisnya lapisan ozon, efek rumah kaca yang menyebabkan “global warming”, telah menunjukkan betapa seriusnya masalah linkungan hidup. Apabila perubahan tidak segera dilakukan maka dunia akan segera menemukan kehancurannya. Maka perubahan harus dimulai dari negara-negara yang dianggap bersalah ( negara-negara industri ) dalam mengembangkan kerusakan bumi. Perhatian kepada kelestarian hutan-hutan tropis dinegara miskin mulai menjadi agenda penting dunia. Disinilah kemudian konsep “ sustainable “ menemukan kelahirannya. Sustainability diartikan sebagai suatu pembanguna untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merugikan generasi yang akan datang.

6. konsep pemberdayaan ( empowerment concept )

konsep ini dibidani oleh friedmann ( 1992 ) muncul karena adanya dua hal yakni kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan l,ingkngan yang berkelanjutan. Sedangkam harapan, muncul karena adnya alternative-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demikrasi, persaamaan gender, persamaan antar generasi, dan pertumbuhan ekonimi yang memadai. Menurut friedmann, kegagalan dan harapan bukanlah merupakan alat ukur dari hasil kerja ilmu-ilmu social, melainkan lebih merupakan cermin dari nilai-nilai normative dan moral.

Konsep “ Empowerment “, sebagai suatu konsep alternative pembangunan, pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandas pada sumber daya pribadi, langsung, melalui partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran social melalui pengalaman langsung. Sebagai titik fokusnya adalah persoalan lokaliyas, sebab civil society akan lebih siap diberdayakan melalui issue-isue local. Namun friedmann juga mengingatkan bahwa adalah sangat tidak realistis apabila kekuatan ekonomi dan struktur-sturktur diluar “ civil society “ diabaikan oleh karena itu pemberdayaan masyarakat tidak hanya sebatas factor ekonmi saja namun juga secara politis, sehingga pada akhirnya masyarakat akan memiliki posisi tawar baikl secara nasional maupun international.

7. pembangunan berpusat pada manusia (people center development)

sejak tahun 1969 pembangunan di Indonesia dilaksanakan berdasar pada pelita-pelita. Sejak pelita I sampai pelita VI sesuai yang tercantum dalam GBHN, titik berat diberikan pada pembangunan ekonom. Strategi kebijaksanaan pembangunan bertumpu pada trilogy pembangunan yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pembangunan, stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

  1. pembangunan dunia ketiga

secara teoritis, pendekatan pembangunan di negara dunia ke tiga dilakukan berdasarkan lima pendekatan model pembangunan, yaitu:

a) model structural

b) model budaya

c) model psikology

d) model konflik

e) model proses

Istilah dunia ke tiga biasanya dimaksudkan sebagai sebutan bagi kelompok negara -negara yang terbelakang.Dunia pada saat itu dilihat dari pola kemajuannya yang ditandai dengan klasifikasi tiga kelompok Negara yaitu:

1. Dunia pertama (Dunia bebas atau blok Atlantik meliputi Eropa non-komunis dan Amerika Utara)

2. Dunia Kedua (Meliputi Negara-negara Eropa timur dan Uni soviet)

3. Dunia ketiga ( Meliputi Asia,Afrik dan Amerika latin)

Secara geografis posisi Negara-negara Dunia Ketiga terletak di sekitar dan di selatan khatulistiwa,sedangkan Dunia Pertama dan Dunia Kedua disebelah utara khatulistiwa.di dalam kelompok Dunia Ketiga terdapat Negara-negara yang paling miskin di Dunia yang secara perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan sangat terbelakang.Namun Negara-negara tersebut mempunyai Sumber Daya Alam yang sangat potensial untuk mencapai kemajuan pembangunan dan kesejahteraan dikemudian hari.

Oleh karna itu ada beberapa nama tambahan yang diberikan kepada Negara-negara yang termasuk dalam konsep Dunia Ketiga(the third world):

Ø Negara terbelakang(backward countries)

Ø Negara yang belum maju(Under developed countries)

Ø Negara selatan(North south countries)

Ø Negara-negara miskin(Un-developing countries)

Apapun nama yang diberikan kepada Dunia Ketiga,pada umumnya Negara-negara tersebut mempunyai ciri-ciri umum yang sama yakni:kemiskinan,kebodohan dan keterbelakangan.(3K)yang antara lain diukur dari indicator growth national product(GNP) per kapita,pendapatan bersih per kapita,jumlah pemakaian energi perkepala,jumlah melek huruf,tingkat kematian bayi(infrant mortality rate)dan ukuran indicator-indikator sosial yang lain.

Lebih lanjut Todaro(1978),Schoorl(1980)dan Mirdal(1980)mengungkapkan sejumlah karakteristik Dunia Ketiga yang ditinjau dari aspek social dan ekonomi sebagai berikut:

1) Tingkat kehidupan yang rendah,ditandai dengan rendahnya pendapatan perkapita,rendahnya tingkat pertumbuhan pendapatan nasional,dan kurangnya pemerataan.

2) Makanan yang kurang ditandai dengan ukuran kalori yang bergizi rendah yaitu rata-rata kurang dari 2500 kalori.

3) Struktur agrarian yang lemah dan tingkat produksi yang rendah.Fenomena ini sering disebut sebagai pertanian subsisten.(subsistence agriculture)

4) Kegiatan industri yang kurang dan tidak berkembang.

5) Sumber tenaga kerja sebagian besar bersifat manual(konvensional)dan kurang digerakkan oleh mesin.

6) Ketergantungan ekonomi Negara berkembang pada Negara maju,terutama pada bantuan luar negeri(aids).

7) Perkembangan ekonomi yang pincang,dimana sector perdagangan dan jasa di Negara yang sedang berkemabang terlalu maju dibandingkan dengan sector pertanian dan industri.

8) Struktur social yang lemah ,dimana sebagian besar system social masih didominasi oleh system feudal atau semi feudal yang kurang menunjang adanya proses modernisasi.

9) Kelas menengah tidak begitu maju,terutamja dalam bidang perkembangan ekonomi.

10) Kurangnya integrasi nasional,terutama ditandai dengan adanya ketidak stabilan di bidang politik,ekonomi dan keamanan.

11) Tingkat pengangguran dan pengangguran tidak kentara(terselubung)yang besar,termasuk pemborosan penggunaan waktu yang tidak penuh dan in-efisiensi terutama dalam pelaksanaan tugas.

12) Tingkat pendidikan dan pengajarannya yang lemah.

13) Angka kelahiran yang tinggi(fertility rate)

14) Keadaan tingkat kesehatan dan gizi yang rendah

15) Orientasi budaya nasional yang masih bergantung pada kekuatan alam.

16) Laju perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Negara terbelakang(Dunia Ketiga)cenderung menurun dan stagnasi.

Ada bermacam teori yang menerangkan hubungan antara Negara berkembang (developing countries)dengan Negara maju(developed countries),antara lain:

A) Teori Dependensia:

Menurut teori ini,Negara berkembang swecara ekonomi sangat bergantung pada Negara maju,misalnya dalam hal modal,IPTEK,politik maupun militer.

B) Teori Interdependensia:

Teori ini merupakan reaksi dari teori dependensi,dimana menurut teori interdependensi Negara maju ternyata juga bergantung pada Negara berkembang.

C) Teori Stratifikasi Internasional atau Teori Perebutan Pengaruh(Sphere of Influence Theori) :

Teori ini merupakan teori sosiologi sebagai aplikasi teori stratifikasi social yang menyebutkan bahwa setiap Negara pada dasarnya memiliki kemampuan dan kelebihan tertentu,misalnya kekuatan,kekayaan,pendidikan dan prestise.jika masing-masing tersebut diberi angka penilaian,maka Negara-negara yang memiliki skore lebih tinggi akan memiliki pengaruh lebih besar dari pada Negara-negara yang memiliki score lebih rendah.

D) Teori Perjuangan Kelas Internasional:

Teori ini menyebutkan bahwa untuk Negara-negara yang kebetulan memiliki skore yang relative ama ,maka akan membentuk kelas dan kekuatan yang baru.masing-masing kelas mempunyai kepentingan sendiri-sendiri untuk diperjuangkan yang sering kali menimbulkan konflik dengan kelas lain.Teori ini kemudian dijadikan dasar bagi analisis teori konflik.

E) Teori Pusat-Periferi,Metropol-Satelit:

Teori ini mengajarkan bahwa eropa dan amerika utara dapat di umpamakan sebagai pusat(kekuatan),sedangkan Negara lainya dianggap Negara pinggiran(periferi).pusat disebut juga metropol atau pusat perkembangan,sedangkan satelit idak lain fungsinya hanya pengikut saja tidak dikendalikan oleh metropol.

F) Teori Imperialisme Struktural

Teori ini merupakan kolaborasi dari teor Pusat-Periferi dan Metropol-Satelit.Yang dimaksudkan dengan imperialisme disini ialah pola hubungan antar Negara.Teori ini bersifat eksploitatif(Struktural).

Bryant dan White dalam bukunya managing development in the third World (1982)menjelaskan arti pembangunan duia ketiga sebagai suatu tindakan(Doing)dan sebagai suatu kemampuan(Being)

Pembangunan sebagai suatu peningkatan kemampuan untuk mengendalikan masa depan,megandung beberapa implikasi teoritis antara lain:

1) Kemampuan(capacity).

2) Kebersamaan(Equity).

3) Kekuasaan(Empowerment).

4) Ketahanan atau Kemandirian(Sustainability).

5) Kesaling tergantungan(Interdependence).

Dengan adanya kemampuan itu diharapkan setiap Negara secara nyata bisa berdiri sama tinggi,duduk sama rendah di berbagai hubungan dan forum internasional.wawasan pembangunan seperti ini,merupakan sebuah konsep multidimensional.

Tidak ada komentar: